FOSIL MEGALODON, HARTA KARUN DI TANAH PAJAMPANGAN
Baru-baru ini tanah pajampangan telah memiliki museum yang mengoleksi peninggalan kehidupan laut purba, namanya “Museum Megalodon”. Museum ini didirikan pada awal bulan Januari 2021, terletak di Desa Gunungsungging, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi.
Pendirian Musem Megalodon dilatarbelakangi dengan adanya penemuan fosil jejak kehidupan laut purba oleh masyarakat setempat, berupa fosil gigi megalodon, fosil molusca, fosil astropoda, fosil lumba-lumba, dan fosil ikan paus.
Fosil yang paling banyak ditemukan adalah fosil gigi megalodon dan jumlahnya telah mencapai ratusan. Hal ini membuktikan bahwa dahulu kala wilayah Gunungsungging dan sekitarnya merupakan habitat megalodon. Awalnya masyarakat setempat menyebut fosil gigi megalodon dengan sebutan “huntu gelap” dan tidak terlalu menghiraukannya, bahkan banyak masyarakat yang menganggap bahwa huntu gelap memiliki mitos tersendiri, sehingga ada ketakukan untuk memilikinya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu diketahui bahwa “huntu gelap” tersebut merupakan fosil gigi hiu purba, sehingga mitos tentang “huntu gelap” perlahan mulai menghilang.
Penemuan fosil gigi megalodon di Desa Gunungsungging telah memberikan informasi baru dalam ilmu pengetahuan, bahwa ikan hiu purba megalodon tidak hanya hidup di negara Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, India, Australia, Jepang, dan Eropa, tetapi juga pernah hidup di Indonesia. Terkait gigi megalodon diperkirakan memiliki 276 gigi dalam 5 baris, jika ada gigi yang hilang atau rusak maka dalam waktu 48 jam akan terganti oleh gigi baru. Selanjutnya, berat megalodon dewasa dapat mencapai 70.000 kilogram atau setara dengan berat 9 ekor gajah jantan dewasa.
Menurut RAB. SUKAMTO dalam Peta
Geologi Lembar Jampang dan Balekambang, batuan yang menyusun Desa
Gunungsungging terdiri dari dua formasi, yaitu Formasi Cibodas dan Formasi
Bentang. Fosil gigi megalodon banyak ditemukan dalam batuan antara sedimen pada
formasi cibodas dan bentang atas (satuan batu gamping, sebagian tufan dan batu
pasir gampingan).
Hiu megalodon diperkirakan
mengalami kepunahan sekitar 2,6 juta tahun yang lalu. Pada saat itu bumi
mengalami banyak perubahan sehingga berpengaruh terhadap kehidupan di laut. Salah
satu fenomena alam yang terjadi seperti perubahan iklim miosen yang
mengakibatkan meluasnya gletser di wilayah kutub (glasiasi wilayah kutub),
serta pengaruh pergerakan lempeng tektonik (subdoksi) yang memicu aktivitas
vulkanik diduga menjadi salah satu faktor kepunahan hiu megalodon khususnya di
laut purba jampang.
Fosil hiu megalodon yang
ditemukan telah mengungkap sejarah kehidupan laut purba di daerah pajampangan.
Hal tersebut merupakan suatu anugrah dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi
tanah pajampangan, karena memiliki warisan sejarah seperti menemukan harta
karun yang harus dijaga dan dilestarikan. Selanjutnya Museum Megalodon ini
masih membutuhkan perhatian dan dukungan dari berbagai pihak, khususnya
pemerintah, dalam pengembangannya. Harapannya dalam jangka panjang Museum
Megalodon ini dapat menjadi sarana rekreasi edukatif, dan sebagai bahan studi
di kalangan akademisi untuk menerbitkan hasil penelitian terkait potensi yang
dimiliki oleh museum, sehingga menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi
kehidupan.
Infonya bermanfaat banget ini, anak2ku tuh suka bangeeett sama megalodon, beneran mau ngajak mereka ke sini buat liat fosilnya
BalasHapusAyooo ditungguu,, skalian nanti diajak kelikinh wisata alam dsini yg bagus2 bnyak bangt😁
HapusSaya baca berkali2 megalondon kenapa jadi megaloman ya.. Hahaha.. Ini menarik babget museumnya ya. Tapi juah di Sukabumi. Oneday kalau kesana mampir ah
BalasHapusMegalodon mba hehe.. Ayoo mba ditunggu nanti skalian sy ajak jaln2 ke beberapa wisata alam dsini yg bs manjain mata😁
Hapus