Tantangan Sunda "Ngagaleong" Ala Jampangkulon


Sukabumi, khususnya daerah Jampang-Surade merupakan tempat kelahiran saya. Namun sejak kelas dua sekolah dasar hidup saya banyak dihabiskan di kota hujan, Bogor. Bagi saya Bogor seperti orangtua angkat yang telah membentuk kepribadian saya menjadi seperti sekarang. Selanjutnya empat tahun tinggal di Ciputat untuk mengenyam pendidikan, kemudian sempat bekerja di daerah Tangerang.
Awal 2016  takdir membawa saya kembali ke tanah kelahiran. Niat awal hanya ingin mencari ketenangan hidup atas suatu persoalan dan istirahat sejenak dari hiruk pikuk kehidupan kota. Namun sepertinya takdir berkata lain, orangtua meminta saya untuk tinggal dan bekerja disini. Beberapa minggu tinggal di rumah saya merasa jenuh karena tidak memiliki kegiatan dan sebagai pengalihan saya sering pergi ke pantai, karena kebetulan letak rumah saya dekat dari pantai. Dimasa-masa luang tersebut saya sering berpikir apa saya bisa tinggal disini sementara saya tidak memiliki teman, bahkan saudara pun saya tidak mengenal semua kecuali kerabat dan saudara dekat yang pernah saya temui ketika pulang kampung saat ada acara atau hari besar seperti lebaran idul fitri.
Meski tempat kelahiran tapi saya masih merasa asing disini, banyak hal yang harus saya pelajari dan mulai beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Hingga pada akhirnya saya diterima bekerja disebuah rumah sakit daerah yang letaknya tidak jauh dari rumah tempat saya tinggal. Dari sinilah saya mulai memiliki banyak teman bahkan sekarang mereka sudah seperti keluarga.
Tidak terasa sudah hampir dua tahun saya tinggal disini. Namun masih ada sedikit masalah kecil yang saya alami yaitu kesulitan dalam berkomunikasi menggunakan bahasa sunda. Sebenarnya saya bisa dan mengerti bahasa ini, hanya saja saya sering salah dalam pemilihan kata dan penggunaan logatnya. Karena ketika di Bogor dulu saya sangat jarang bahkan hampir tidak pernah menggunakan bahasa sunda, kalau pun menggunakan bahasa sunda pasti bahasa sunda standar (tidak ada tingkatan bahasa untuk orang tua, sebaya dan anak-anak) atau orang biasa menyebutnya sebagai sunda kasar, dan untuk masyarakat yang menggunakan bahasa sunda di Bogor hal itu wajar. Sedangkan disini dapat dikatakan bahasa sundanya halus dan ada tingkatan bahasa untuk orangtua, sebaya, dan anak-anak. Ditambah logatnya yang bernada “ngagaleong,” pokoknya nada khas orang sunda Jampang-Surade, karena saya juga bingung menafsirkannya. Yang pasti kalau mendengar orang sunda disini berbicara halus dengan logat khasnya lumayan bikin adem hati bagi yang mendengarnya. Sedangkan kalau saya yang berbicara bahasa sunda pasti dikomen.

 “Teh Nia mah pake bahasa Indonesia aja lah soalnya kalau pake bahasa sunda sok rarewas (bikin kaget) karena bahasana tegeg (lurus, keras, dan kasar), kalau orang yang engga kenal mah nanti dikiranya engga sopan”

Kalau sudah seperti itu saya hanya bisa tertawa dan manut pada orang yang saya ajak bicara. Hal ini menjadi PR bagi saya untuk terus belajar sunda halus beserta logat ngagaleong tersebut. Hehhehehee
Karena kelemahan saya dalam menggunakan bahasa sunda ini, setiap kali bertemu dan bercakap dengan orang yang baru saya kenal sering mendapat pertanyaan yang sama, “Neng, orang mana?” dan saya bosan harus selalu memberi penjelasan. Pengen rasanya bilang, “saya ini makhluk bumi. Titik. Hehhehehee

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peresmian Gedung Sentra Opak Ketan Jampang Sebagai Pusat Oleh-Oleh Khas Pajampangan

FOSIL MEGALODON, HARTA KARUN DI TANAH PAJAMPANGAN

DESA WISATA HANJELI